Apa itu Tarif?

Oleh: James C. Wilson. Teks aslinya berjudul “What is tariff?”. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Ameyuri Ringo.

Support Ringo by considering becoming his Patron.

Kalau Kamu Pendukung Trump, Jawaban Ini Mungkin Akan Mengejutkan

Bagaimana Pendukung Trump Memahami Tarif

Sudah hampir sepuluh tahun Donald Trump mempromosikan tarif sebagai solusi utama untuk memperbaiki masalah ekonomi Amerika. Ia bahkan pernah menyebut tarif sebagai “penemuan paling hebat sepanjang masa.” Sejak awal karier politiknya, tarif selalu menjadi inti dari kebijakan ekonominya. Wakil presiden terpilihnya, JD Vance, bahkan menyebut tarif sebagai “jantung dari Rencana Ekonomi Trump.”

Banyak pendukung Trump menganggapnya sebagai figur penyelamat. Mereka sangat mempercayai dan mengikuti setiap pernyataannya. Jadi, bisa dibilang wajar kalau kita mengira para pendukung Trump memahami apa itu tarif, bagaimana cara kerjanya, dan siapa sebenarnya yang menanggung biayanya—mengingat mereka sudah mendengarnya berulang kali selama bertahun-tahun.

Saya pun penasaran dan mencoba menanyakan langsung pada beberapa pendukung Trump yang saya kenal. Pertanyaannya simpel: “Apa itu tarif?” Hasilnya? Nggak satu pun dari mereka tahu cara kerja tarif. Jadi, bisa disimpulkan bahwa rata-rata pendukung Trump tidak benar-benar tahu apa itu tarif. Memang ada tokoh di media sayap kanan yang tahu, tapi mereka justru menyampaikan informasi yang membingungkan dan menyesatkan pendengarnya.

Orang-orang yang saya ajak bicara yakin bahwa tarif itu adalah semacam denda yang dibayar oleh negara asing seperti Tiongkok, seolah-olah pemerintah AS bisa seenaknya memungut pajak dari negara lain. Mereka juga percaya bahwa pemerintah Tiongkok akan mengirim lapangan kerja ke Amerika untuk menghindari tarif itu. Bagi mereka, semuanya terjadi begitu saja antara dua negara, tanpa campur tangan bisnis mana pun. Seolah-olah AS mengirim tagihan ke Tiongkok, Tiongkok bayar, selesai. Mereka juga percaya bahwa semua ini akan membuat harga barang jadi lebih murah.

Selama bertahun-tahun Trump memang memberikan gambaran yang sangat sederhana dan menyesatkan soal tarif, dan tampaknya tidak banyak yang mau mengeceknya lebih dalam—bahkan sekadar lewat Google. Kamu juga bisa coba tanyakan pada pendukung Trump di sekitarmu dan lihat sendiri betapa kelirunya pemahaman mereka.

Lalu, Apa Itu Tarif yang Sebenarnya?

Tarif sebenarnya adalah pajak yang dikenakan atas barang impor. Di Amerika Serikat, pajak ini dibayar oleh orang Amerika sendiri—baik konsumen biasa maupun pelaku bisnis. Perusahaan yang dikenai tarif biasanya harus memilih: menanggung sendiri biayanya (yang berarti keuntungan mereka berkurang), atau menaikkan harga barang agar konsumen yang menanggung. Artinya, tarif justru berdampak sebaliknya dari apa yang dikatakan Trump.

Pada Akhirnya, Konsumen yang Menanggung

Pemerintah AS tidak bisa begitu saja menarik pajak dari negara asing atau perusahaan di luar negeri. Jadi, pada akhirnya, warga Amerika sendiri yang akan membayar. Kalaupun Tiongkok dikenai tarif, pemerintah mereka kemungkinan besar akan membebankannya pada perusahaan eksportir. Lalu perusahaan itu akan menaikkan harga jual ke importir di AS, yang kemudian menaikkan harga untuk konsumennya. Ujung-ujungnya, orang Amerika lah yang menanggung biayanya dalam bentuk harga barang yang lebih mahal.

Trump berencana menetapkan tarif sebesar 60% untuk semua produk dari Tiongkok, dan antara 10–20% untuk produk dari negara lain. Hampir bisa dipastikan bahwa kenaikan harga ini akan dibebankan pada konsumen. Coba cek deh, barang-barang yang sering kamu beli asalnya dari mana. Kira-kira, kalau harganya naik 10% sampai 60%, keuangan rumah tangga kamu bakal tetap aman?

Siapa yang akhirnya menanggung tarif bukan ditentukan oleh kebijakan pemerintah, tapi oleh siapa yang paling tidak punya kekuatan tawar. Bisa jadi importir menawar harga lebih rendah dari eksportir agar bisa menutupi tarif, tapi kenyataannya, banyak importir yang sangat butuh barang itu dan akhirnya mau tidak mau membayar lebih. Kalau pelanggan di AS sangat membutuhkan barang itu, maka merekalah yang harus menanggung seluruh biayanya. Jadi, kalau barang tersebut penting untuk hidup kamu sehari-hari, kamu lah yang akhirnya harus bayar lebih.

Tarif dan Lapangan Kerja: Harga Naik, Ekonomi Tertekan

Satu-satunya cara tarif bisa “mengembalikan” lapangan kerja ke AS, seperti yang sering diklaim Trump, adalah dengan membuat barang impor jadi sangat mahal. Tujuannya, agar barang buatan Amerika yang harganya memang sudah mahal jadi terlihat lebih masuk akal. Harga barang harus naik supaya perusahaan mau bayar pekerja AS untuk memproduksinya. Tapi karena gaji pekerja AS jauh lebih tinggi daripada pekerja di negara berkembang, otomatis produk akhir juga jadi lebih mahal.

Kita sudah melihat buktinya tahun 2018, saat pemerintahan Trump menetapkan tarif 20%–50% untuk mesin cuci. Wall Street Journal mencatat bahwa ini menyebabkan harga mesin cuci impor dan lokal naik, karena produsen dalam negeri ikut-ikutan menaikkan harga. Harga pengering juga ikut naik karena biasanya dibeli bersamaan. Memang ada pabrik baru yang dibuka dan lapangan kerja tercipta, tapi menurut Journal, itu membuat konsumen harus menanggung biaya tambahan sekitar $1,5 miliar per tahun. Biaya per pekerjaan yang tercipta? Sekitar $815.000. Padahal gaji pekerjaan itu mungkin hanya puluhan ribu dolar. Jadi secara keseluruhan, kita justru kehilangan lebih banyak pekerjaan dan uang.

Buat sebagian kecil orang yang bekerja di industri mesin cuci, ini mungkin kabar baik. Tapi buat masyarakat umum? Jelas merugikan. Ketika harga barang naik, orang jadi punya lebih sedikit uang untuk dibelanjakan ke hal lain, yang akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi jumlah pekerjaan. Tax Foundation menyebut tarif Trump dan kelanjutannya di masa Biden sebagai salah satu kenaikan pajak terbesar dalam beberapa dekade, dengan dampak hilangnya 142.000 pekerjaan. Kalau Trump jadi presiden lagi dan menerapkan tarif baru yang dia usulkan, diperkirakan akan ada tambahan 684.000 pekerjaan penuh waktu yang hilang. Peterson Foundation juga memperkirakan bahwa tarif baru akan menambah beban rumah tangga sekitar $2.600 per tahun, naik dari $1.700 pada periode sebelumnya.

Tarif Balasan dari Negara Lain

Hal lain yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan negara lain akan membalas tarif Trump dengan mengenakan tarif atas barang dari Amerika. Ini akan merugikan bisnis-bisnis AS, menekan ekonomi lebih dalam, dan memperkeruh hubungan internasional.

Sebagai contoh, pada masa jabatan sebelumnya, tarif Trump dibalas oleh negara lain, yang menyebabkan ekspor hasil pertanian Amerika ke Tiongkok turun lebih dari $10 miliar—dari $19,5 miliar menjadi hanya $9 miliar antara tahun 2017 hingga 2019. Akibatnya, kebangkrutan petani naik 20% dan pemerintah harus menggelontorkan dana talangan sebesar $28 miliar dalam dua tahun.

Penutup

Dunia ekonomi memang penuh dengan perdebatan dari berbagai aliran pemikiran, tapi soal tarif, hampir semua ekonom dari kiri ke kanan sepakat: tarif merugikan ekonomi. Mereka menyebabkan harga naik, memperlambat pertumbuhan, memindahkan tenaga kerja ke sektor yang kurang efisien, dan secara umum justru lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat.

Anehnya, fakta ini tidak sampai ke mayoritas pendukung Trump. Mereka justru disesatkan untuk percaya sebaliknya. Sekali lagi, banyak dari mereka sebenarnya tidak tahu apa itu tarif. Meski kebohongan Trump sudah sering dibahas, yang satu ini justru jarang disorot, padahal sangat mudah dibuktikan cukup dengan bertanya langsung pada pendukung Trump di sekitar kita. Pada akhirnya, Trumpisme menunjukkan dirinya sebagai bentuk pemerintahan besar yang otoriter, dibangun atas dasar kebodohan ekonomi dan pemujaan tokoh, seperti banyak gerakan otoriter lainnya.

Seluruh hasil publikasi didanai sepenuhnya oleh donasi. Jika kalian menyukai karya-karya kami, kalian dapat berkontribusi dengan berdonasi. Temukan petunjuk tentang cara melakukannya di halaman Dukung C4SS: https://c4ss.org/dukung-c4ss.

Anarchy and Democracy
Fighting Fascism
Markets Not Capitalism
The Anatomy of Escape
Organization Theory