Kembalikan Libertarianisme ke Kelas Pekerja Lagi!

Oleh: Logan Marie Glitterbomb. Teks aslinya berjudul “Make Libertarianism Working Class Again!” Diterjemahkan oleh Ameyuri Ringo.

Dimulai sejak ketika tokoh komunis Joseph Dejacque yang termasyhur menggunakan istilah libertarian dalam sebuah surat kepada Pierre-Joseph Proudhon pada 1857 sebagai istilah untuk membedakan pandangannya dengan komunis otoritarian dalam gerakan anti-kapitalisme, filosofi libertarian sejatinya selalu merujuk pada pemberontakan kelas pekerja. Setidaknya hingga ketika beberapa Republikan yang terkucilkan mencoba mencari titik temu dengan kaum kiri yang anti-otoriter, mengadopsi sebagian besar istilah mereka, sambil meninggalkan sebagian besar analisis kelas yang dianut oleh para pemikir libertarian awal seperti Déjacque, Proudhon, Bakunin, Kropotkin, Spooner, Tucker, dan banyak lainnya.

Ketika Proudhon pertama kali meletakkan dasar bagi anarkisme pasar bebas, ia melihatnya sebagai cara untuk mencapai tujuan sosialis melalui cara non-negara. Bahkan, ia adalah anggota Internasional Pertama bersama Karl Marx. Di Amerika Serikat, para libertarian terdahulu dan anarkis merupakan bagian tak terpisahkan dari gerakan buruh, dari perjuangan melawan perbudakan hingga perjuangan untuk 8 jam kerja, dan lain sebagainya. Para anarkis lah yang mempengaruhi tendensi libertarian dari Industrial Workers of the World sebagai sebuah serikat buruh.

Namun kini, libertarianisme di Amerika Serikat justru kerap diidentikan dengan kepentingan bisnis para kapitalis dan “pasar bebas” yang vulgar. Beberapa orang seperti Konkin, telah mencoba untuk membalik tren ini dengan memasukan kembali analisis kelas ke dalam libertarianisme dan berhasil untuk menciptakan sebuah filosofi yang berhasil menyatukan (kembali) libertarianisme pasar bebas dengan perjuangan kelas dan feminisme. Filosofinya ini beririsan dengan lingkaran libertarian mutualis karena gagasan agorisme anti-kapitalismenya mirip dengan strategi kekuasaan ganda Proudhon. Lantas dengan kepopuleran Ron Paul dan Gary Johnson yang berhasil menarik semakin banyak orang untuk menemukan ide-ide libertarian yang tidak memiliki perspektif perjuangan kelas, bagaimana mereka yang percaya bahwa perjuangan kelas adalah bagian tak terpisahkan dari libertarianisme dapat membawa para orang baru ini dan memerangi bentuk libertarianisme vulgar yang lebih mendominasi? Bagaimana kita dapat membuktikan kepada para kiri bahwa libertarianisme dan perjuangan kelas dapat berjalan beriringan? Disinilah Kaukus Kemiskinan hadir.

“Pemahaman modern dari prinsip-prinsip pasar bebas berhubungan erat dengan negara sebagai alat kontrol dominasi fiskal yang menyamar sebagai pasar bebas. Contoh terkenalnya adalah TPP… yang mengklaim sebagai sarana untuk mencapai ‘perdagangan bebas’. Kaum libertarian saat ini mengetahui hal ini, tetapi di luar C4SS, hal ini belum benar-benar dikembangkan sebagai narasi koheren yang membawa kembali semangat revolusioner dari kebebasan ekonomi yang akan mensejahterakan individu, bukan korporasi.” jelas Mikester dari Kaukus Kemiskinan Partai Libertarian Amerika Serikat.

Kaukus Kemiskinan lahir sebagai respon terhadap kebijakan “tiket pemungutan suara” yang diberlakukan terhadap para delegasi yang berpartisipasi dalam Konvensi Nasional Partai Libertarian (LNC). Para pendukung kebijakan ini mencoba mendiskreditkan para penentangnya dengan menyebut mereka sebagai “kaum miskin” dan hanya ingin mendapatkan “makan siang gratis”, tetapi keadaan kemudian berbalik ketika para penentang kebijakan tiket ini merebut kembali hinaan tersebut dan mendirikan kaukus baru yang didedikasikan untuk memperjuangkan isu-isu kebebasan kelas pekerja.

Sejak 2014, mereka dikenal karena mengadakan pesta pizza dua tahunan sebagai tandingan dari pesta makan elit yang diadakan LNC. Sangat tidak masuk akal ketika acara libertarian justru tidak dapat diakses oleh kaum miskin dan kelas pekerja, hal yang mungkin akan membuat para libertarian terdahulu kebingungan di liang kubur mereka ketika mengetahuinya. Dan disinilah Kaukus Kemiskinan hadir, mengadakan acara yang dapat mengisi perut kalian tanpa harus menguras dompet kalian. Namun yang lebih mengesankan dari pizza mereka adalah keteguhan mereka dalam memperjuangkan hak-hak pekerja.

“Kami segera menyadari bahwa ada peluang yang jauh melampaui batasan dinamika internal mengenai biaya minimum, karena ide-ide libertarian mengenai pasar secara tepat memprediksi bahwa intervensi akan menghasilkan kemiskinan yang meluas. Ada banyak peluang bagi partai untuk dapat memperbaiki caranya dalam mengkampanyekan kebebasan pasar. Kenyataan dari masyarakat modern saat ini adalah banyak orang miskin, dan mereka mencari solusi politik yang dapat kita tawarkan. Dan ketika kita duduk dan benar-benar melakukan perdebatan untuk mengetahui celah tersebut, kita akan menemukan berbagai masalah yang dapat kita selesaikan: gelandangan, hak narapidana, negara kesejahteraan, standarisasi yang ketat untuk memasuki pasar, negara polisi, kerja paksa di dalam tahanan, dan lain-lain.”

Gagasan libertarian klasik dibentuk dari analisis komunis terhadap negara. Banyak yang bersepakat dengan tujuan komunis akan emansipasi kelas pekerja namun menentang gagasan bahwa tujuan tersebut dapat dicapai menggunakan negara, mengingat negara justru merupakan bagian besar dari masalah karena berperan dalam melindungi pasar kapitalis yang sama sekali tidak bebas. Para libertarian ini menjadi libertarian karena pandangan mereka terhadap emansipasi kelas pekerja, bukan sebaliknya. Dan sekarang para anggota Kaukus Kemiskinan, seperti para agoris di era sebelumnya, lahir untuk mengoreksi arah gerakan libertarian Amerika dengan mengembalikan akar perjuangan kelas dalam perspektif pasar bebas.

Ketika ditanya tentang kaitan Kaukus Kemiskinan dengan pemikiran libertarian klasik, Mikester menjawabnya dengan bagaimana ia “merasa bahwa akar-akar tersebut telah tersamarkan seiring waktu ketika kelas politik Amerika bangkit untuk menggantikan aristokrasi yang ada sebelumnya. Istilah-istilah tersebut kemudian digunakan untuk melayani kelas pemodal yang memiliki hak istimewa alih-alih para buruh yang memiliki potensi revolusioner.” Dan mengenai serikat pekerja, mereka merupakan bentuk “asosiasi sukarela dan kontrak privat. Para pekerja dan pemberi kerja memiliki hak untuk mengadakan perjanjian apapun yang mereka sama-sama kehendaki dan sepakati. Pasar tidak akan sehat kecuali ketika setiap bentuk asosiasi bebas dapat berkembang. Kami hanya menentang apa yang biasa disebut sebagai “serikat kuning” yang sejatinya kaki tangan para bos. Kontrol negara seperti melalui Dinas Tenaga kerja justru kontraproduktif dan menempatkan kelas pekerja sebagai pelayan untuk negara-korporasi, dan itu harus dilawan.”

Nah, mengingat bahwa itu merupakan garis yang lebih umum dianut oleh para anarkis buruh, tampaknya Kaukus Kemiskinan mungkin dapat menjembatani kesenjangan antara mereka yang menemukan libertarianisme melalui partai politik dan mereka yang menemukannya melalui analisis kelas pekerja. Saya pribadi, meskipun saya tidak menyukai partai politik, berharap mereka dapat berhasil.

Seluruh hasil publikasi didanai sepenuhnya oleh donasi. Jika kalian menyukai karya-karya kami, kalian dapat berkontribusi dengan berdonasi. Temukan petunjuk tentang cara melakukannya di halaman Dukung C4SS: https://c4ss.org/dukung-c4ss.

Anarchy and Democracy
Fighting Fascism
Markets Not Capitalism
The Anatomy of Escape
Organization Theory