Oleh: Ryan Neugebauer. Teks aslinya berjudul “An Evolving Anarchism.” Diterjemahkan oleh Ameyuri Ringo.
Anarkisme, bagi saya, bukanlah tentang “hasil akhir” melainkan lebih tentang etika dan pandangan-pandangan tertentu. Ia haruslah menolak gagasan tentang “final” dan sebaliknya, menekankan pentingnya proses pencarian tanpa akhir untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Proses ini sangat bertentangan dengan Komunisme, yang telah menetapkan seperti apa keadaan finalnya nanti.
Orang-orang kaku yang dipenuhi oleh arogansi mereka dan menyebut orang-orang sebagai “otoriter statistik” karena tidak menjadi dogmatis tidaklah mewakili anarkisme. Sebaliknya, mereka justru menghalanginya dengan dogmatisme dan kekakuan mereka, yang bertentangan dengan etika anarkis. Anarkisme bukan tentang “menghancurkan negara” atau menyebabkan gangguan dan kerusakan di jalanan. Melainkan Anarkisme lebih berkaitan dengan membayangkan dan menciptakan dunia tanpa penguasa, menjadikan asosiasi bebas dan sukarela sebagai standar untuk berhubungan satu sama lain, dan memaksimalkan kebebasan individu.
Agak bertentangan dengan banyak anarkis, saya pikir perubahan yang membuat sistem saat ini lebih terbuka dan bebas akan sangat membantu. Hal ini memungkinkan kemudahan yang lebih besar dalam membangun organisasi alternatif yang dapat berkembang dan membantu masyarakat dan komunitas menjadi kurang bergantung pada lembaga negara. Sekarang, tidak seperti Noam Chomsky, saya tidak percaya ini memerlukan penguatan negara sebagai semacam benteng hipotetis melawan kekuatan swasta. Kekayaan swasta jelas-jelas memperoleh kekuasaannya dari negara. Dan mekanisme regulasi selalu terjerat oleh kepentingan-kepentingan pribadi ini (lihat saja sejarah Kongres). Jadi, pembelaan Chomsky terhadap semacam sistem Sosial Demokrat Pasca-Keynesian (biasanya disebut “Sosialisme Demokratik” secara bergantian akhir-akhir ini) bukanlah hal yang akan saya dukung
Sebaliknya, saya menganjurkan untuk perdagangan bebas secara penuh (domestik maupun internasional), pasar yang dibebaskan dari hak-hak istimewa politik, mendekonstruksi institusi negara yang mendukung elit, serikat pekerja radikal di akar rumput, dan membangun institusi alternatif dan organisasi mutual-aid untuk meminimalisir ketergantungan terhadap institusi negara. Langkah-langkah seperti itu akan jauh lebih mendekatkan kita menuju visi anarkisme dan perbaikan kondisi daripada platform Sosial Demokrasi atau “menghancurkan negara.”
Selain itu, penting untuk membandingkan dan menganalisis ‘suka dengan suka’ ketika sedang membahas statismei dan keadaan tanpa negara. Keadaan tanpa negara yang berfungsi jelas lebih baik daripada keadaan tanpa negara yang tidak berfungsi. Sama seperti bagaimana statisme yang berfungsi lebih disukai daripada statisme yang tidak berfungsi. Dan, dalam kasus Somalia, keadaan nyaris tanpa negara yang tidak berfungsi lebih disukai daripada statisme yang tidak berfungsi sebelumnya. Secara sederhana apa yang dinyatakan para anarkis disini adalah keadaan tanpa negara yang berfungsi (Anarki) lebih disukai daripada statisme yang berfungsi. Saya bahkan akan melangkah lebih jauh untuk mengandaikan bahwa keadaan tanpa negara adalah kondisi anarkisme yang diinginkan tetapi tidak cukup. Adalah mungkin untuk membayangkan situasi di mana ada otoritas ditengah keadaan tanpa negara. Anarkisme berusaha untuk menghapuskan otoritas serta negara. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa semua masyarakat anarkis tidak memiliki negara, tetapi tidak semua masyarakat tanpa negara adalah anarkis. Lebih jauh, menghapus otoritas tidak berarti menghapus aturan dan batasan pada tindakan manusia. Sebaliknya, paksaan yang dibenarkan dan tekanan yang dibenarkan diperlukan untuk menangani kelompok-kelompok dan individu-individu yang merugikan orang lain. Karya Ed Stringham tentang “Anarkisme Hayekian” menjelaskan mengapa sistem hukum dan pertahanan swasta (yang telah berhasil eksis dalam sejarah) akan lebih baik daripada monopoli statisme dalam penyediaan hukum dan pertahanan.
Karena menciptakan segala bentuk statisme tidak selalu mengarah pada keadaan yang lebih baik daripada yang sudah kita alami, begitu juga dengan menciptakan segala bentuk keadaan tanpa negara tidak selalu akan mengarah pada keadaan yang lebih baik daripada yang ada saat ini. Oleh karena itu dengan sengaja menciptakan kekosongan kekuasaan tidak serta merta berkorelasi dengan menciptakan dunia tanpa negara yang berfungsi lebih baik. Inilah sebabnya mengapa banyak pemikir anarkis historis yang tertarik pada pengembangan kondisi tanpa negara yang berfungsi menaruh perhatian mereka pada pengembangan organisasi alternatif di sini dan saat ini.
i Statisme atau etatisme adalah suatu paham dalam pemikiran politik yang menjadikan negara sebagai pusat segala kekuasaan.