Oleh: Thomas J. Webb. Teks aslinya berjudul “Review: Open Borders.” Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Iman Amirullah.
Ekonom libertarian, Bryan Caplan dan konten kreator Zach Weinersmith telah berkolaborasi untuk menciptakan komik bergambar non-fiksi berjudul “Open Border: The Science and Ethics of Immigration.” Seperti yang sudah disebutkan, karya ini merupakan komik bergambar yang menjelaskan masalah mengenai perbatasan terbuka. Kerjasama Caplan dan Weinersmith sebenarnya sangat tidak terduga. Semangat dan kemampuan Caplan dalam media komik, yang dipadukan dengan kemampuan dan pengalaman Weinersmith, membuat Open Borders menyenangkan, mudah dibaca, dan menarik; kalian dapat dengan mudah menyelesaikannya dalam satu kali baca. Namun, format dan perspektif Caplan menghadirkan beberapa batasan dalam kemampuan komik untuk mengubah posisi para oposan imigrasi.
Jika kalian pernah membaca tulisan Caplan sebelumnya, beberapa argumen yang muncul mungkin akan terlihat tidak asing bagi kalian. Membaca Open Borders akan seperti membaca kumpulan koleksi tulisan mengenai perbatasan terbuka di website Caplan namun dengan sedikit pembaruan. Saya sebenarnya sangat berharap komik ini akan berisi kombinasi antara perspektif libertarian dari Caplan dan perspektif liberal dari Weinersmith, namun komik ini lebih terasa seperti gagasan Caplan dan visual Weinersmith. Sudut pandang Caplan dan kepribadiannya muncul, baik dan buruk.
Memperjuangkan masalah yang sangat penting namun tidak populer adalah sebuah pekerjaan besar dan satu buku jelas tidak bisa menyelesaikannya. Namun ketika Open Borders mencoba menjelaskan semua keberatan umum mengenai perbatasan terbuka, bagian-bagian yang terlewat terlihat sangat kentara. Caplan menyempitkan dunia yang luas ini dengan hanya berfokus pada Amerika Serikat sebagai data. Dan dia memberikan pembenaran yang cukup baik pada bagian akhir — AS adalah “tujuan favorit para imigran.” Memang harus diakui, banyak argumennya akan tetap relevan di luar AS; tidak semuanya, namun ini dapat menghambat penjelasannya. Meskipun ia berhasil mengatasi kekurangannya, beberapa poin utama yang perlu ia bicarakan dengan masyarakat Amerika mengenai pandangan anti-imigrasi nampak terlewat.
Salah satu argumen yang kerap dibawa oleh kelompok oposisi perbatasan terbuka adalah imigran akan menghadirkan kekerasan. Open Borders berhasil menjawab argumen tersebut dengan baik. Menjadi kurang keras dibanding penduduk Amerika nampak menjadi batas minimum untuk menjadi bersih dan baik, dan imigran di AS berhasil melakukannya. Hal yang sama tidak berlaku di Eropa. Meskipun berlebihan dan banyak mitos yang melingkupinya, para migran di Jerman, sebagai contoh, memang melakukan lebih banyak kejahatan dibanding penduduk asli Jerman.
Sejak 2014, proporsi pelaku kejahatan non-Jerman dalam statistik telah meningkat dari 24% menjadi lebih dari 30% (Jika kita tidak menyertakan kejahatan terkait dengan pelanggaran imigrasi dan suaka).
Lebih jauh lagi, pada tahun 2017 mereka yang diklasifikasikan sebagai “pemohon suaka atau pengungsi perang sipil atau imigran ilegal” mewakili total 8,5% dari semua tersangka.
Meskipun mereka hanya sebanyak 2% dari populasi Jerman keseluruhan.
Namun, beberapa faktor demografis lainnya dapat menjelaskan masalah ini:
Pada 2014, laki-laki Jerman usia 14 sampai 30 tahun merupakan 9% dari populasi Jerman dan bertanggungjawab atas lebih dari 50% kejahatan dan kekerasan di negara tersebut.
Sedangkan pada migran, laki-laki berusia 16 sampai 30 tahun merupakan 27% dari seluruh pencari suaka yang datang pada 2015.
“Itu lebih karena demografi,” klaim Dr. Dominic Kudlacek, dari Pusat Riset Kriminologi Lower Saxony. “Terlepas apakah mereka pencari suaka atau migran Uni Eropa, mereka lebih muda dari populasi rata-rata dan kebanyakan adalah laki-laki. Laki-laki muda/remaja melakukan lebih banyak kejahatan di setiap masyarakat dimanapun.
Argumen utama dalam buku ini tidak bertumpu pada fakta bahwa tingkat kejahatan imigran yang lebih rendah dari populasi secara keseluruhan. Itu berarti fakta di Open Borders tentang imigran yang kurang kejam daripada orang Amerika, merupakan simplifikasi ala Amerika.
Argumen mengenai budaya juga cukup tepat di AS, namun mungkin tidak beebrapa negara lain. Amerika adalah pengekspor utama budaya di dunia dan English merupakan bahasa paling banyak dituturkan di dunia. Namun negara-negara kecil dimana penduduk aslinya dan imigran tidak mengetahui lingua franca yang umum mungkin menganggap para imigran “menolak untuk mempelajari bahasa tersebut.” Saya sendiri tidak melihat ini sebagai masalah jangka panjang.
Sementara komik ini menggunakan Amerika sebagai contoh utama, seseorang yang membaca komik ini dengan tujuan untuk mendapatkan amunisi dalam melawan sesama Amerika yang menentang perbatasan terbuka mungkin akan menemukan kekecewaan ketika mereka mulai melangkahkan kaki keluar dari ruangan berisi orang-orang yang baik dan bersedia menerima informasi secara terbuka. Caplan menjelaskan bahwa kebanyakan kasus anti-imigran di AS bukanlah posisi yang politik yang kaku, melainkan sekumpulan mitos dan kesalahpahaman yang buruk mengenai cara kerja hukum keimigrasian. Kebanyakan orang Amerika, yang tidak mengalami menjadi imigran, memang bodoh secara rasional (istilah yang sering Caplan tulis disini) mengenai proses imigrasi. Lebih mudah bagi mereka untuk membingungkan status atau menyepelekan kesulitan “untuk melakukannya secara legal.” Mereka tidak mengetahui bahwa imigrasi secara umum tidak lah legal. Saya dapat menebak akan banyak orang menggelengkan kepalanya dan berfikir “Bagaimana ini bisa terjadi? Karena yang kudengar bla bla..” saat membaca komik ini.
Komik yang saya butuhkan untuk meyakinkan banyak orang adalah sesuatu yang lebih lengkap daripada hanya membahas dasar-dasar cara kerja hukum imigrasi, yang kemudian mematahkan mitos-mitos umum mengenai imigrasi dan migran. Ada banyak kepercayaan terkait imigrasi di tengah masyarakat dan kebanyakan dari mereka akan terus mempercayainya kecuali mereka melihat sesuatu yang berbeda secara langsung. Mendengar sesuatu yang berbeda dari apa yang pernah kalian dengar sebelumnya adalah satu hal. Tapi adalah hal lain pula untuk mempelajari dari mana kepercayaan itu berasal dan mengapa itu salah.
Mungkin pembaca yang lebih tepat untuk komik ini beserta argumen-argumen yang ada di dalamnya adalah orang-orang yang telah memiliki pandangan lebih simpatik terhadap imigran terlebih dahulu. Ini selanjutnya mengarah pada masalah lain yang dialami Amerika. Seperti yang dicatat oleh Caplan dalam komik, dukungan untuk perbatasan terbuka meningkat dikalangan orang-orang “kiri”, yang meningkatkan kemungkinannya menjadi isu yang bersifat partisan. Akan menjadi baik jika dalam komik ini juga dapat menjawab berbagai argumen penentangan yang kebanyakan datang dari kelompok “kanan.” Jika kalian menemukan sesuatu dari komik ini, itu adalah kenyataan bahwa saat kalian menerima imigran, itu bukan lah sebuah tindakan amal (charity), melainkan sebuah hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain. Itu mencakup pula kekhawatiran mengenai tingkat kejahatan, terorisme, budaya, pola pemungutan suara untuk imigran naturalisasi, kesehatan fiskal, dan masalah ekonomi. Tapi jangan lupakan pula argumen-argumen penolakan dari orang-orang kiri.
Janji mengenai setengah dari hasil perekonomian dunia mungkin tidak cukup untuk menenangkan ketakutan kelompok konservatif mengenai perubahan budaya yang terlalu cepat. Dan beberapa orang dari sisi kiri memiliki kekhawatirqan mengenai kenaikan harga perumahan dan jejak ekologi yang diakibatkan perbatasan terbuka. Caplan mungkin terlalu polos dengan sekedar menyebut bahwa keberatan-keberatan tersebut hanya mitos yang didasarkan pada kebigotan, tetapi menjelaskan masalah tersebut sangat diperlukan. Pada akhirnya, argumen ekonomi tidak akan cukup bagi kebanyakan orang karena gagasan pertumbuhan ekonomi dunia agak abstrak.
Saya yakin bahwa perbatasan terbuka merupakan jalan menuju kebaikan bersama. Meskipun saya tidak yakin bahwa menampung para pengungsi krisis iklim di halaman belakang rumah saya akan mendatangkan keuntung bagi saya, namun saya masih akan terus mendukung perbatasan terbuka. Aspek kemanusiaan sangat penting bagiku dan mungkin bagi banyak oraang lain juga. Seperti yang Ilya Somin jelaskan dalam panel diskusi mengenai Open Borders, yang mengakhiri Hukum Jim Crow bukanlah motif ekonomi, melainkan mengenai kesetaraan dan sesuatu yang “benar” untuk dilakukan.
Komik ini sangat worth it untuk dibaca berulang-ulang. Ini menunjukan apa yang bisa dilakukan dengan sebuah media saat kalian memahami dan mempercayainya. Dan saya hanya bisa berharap akan lebih banyak orang dengan gagasan-gagasan indah dapat memperhatikan dan memperluas wawasan mereka mengenai cara-cara inovatif dan kreatif untuk menyebarkan idenya. Komik ini memiliki banyak keterbatasan, tetapi ini menunjukan bahwa mengadvokasikan perbatasan terbuka bukanlah pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan hanya satu buku. Caplan bahkan menyatakan dalam bagian akhirnya, melalui avatarnya yang lebih terlihat seperti Uncle Sam, “pemasaran bukan lah keahlianku. Sejujurnya, saya berharap kalian dapat mengetahui bagaimana menjadikan perbatasan terbuka menjadi sebuah realita.”
Seluruh hasil publikasi didanai sepenuhnya oleh donasi. Jika kalian menyukai karya-karya kami, kalian dapat berkontribusi dengan berdonasi. Temukan petunjuk tentang cara melakukannya di halaman Dukung C4SS: https://c4ss.org/dukung-c4ss.