Teks aslinya berjudul “The First Intifada and Anarchism.” Diterjemahkan ke ddalam Bahasa Indonesia oleh Ameyuri Ringo.
Intifada Pertama (berarti pemberontakan dalam Bahasa Arab) merupakan pemberontakan pertama masyarakat Palestina melawan pendudukan Israel atas wilayah Palestina, yang dimulai sejak Desember 1987 hingga penandatanganan Kesepakatan Oslo 1993. “Intifada” kini dicatat dunia sebagai sebutan untuk perlawanan Palestina atas pendudukan Israel. Pada Desember 1987, sebuah kendaran pengangkut Israel menabrak kendaraan yang berisi penduduk Palestina di kawasan Gaza, dan membunuh empat penumpangnya. Selanjutnya, para mahasiswa Islamic University of Gaza memulai pemberontakan yang selanjutnya dikenal oleh dunia sebagai Intifada dengan mengajak seluruh penduduk Palestina untuk berkumpul di sekitar rumah sakit untuk merawat orang-orang yang terluka atau meninggal.
Pengorganisasian Intifada Pertama didasarkan pada pengembangan komite akar rumput yang terdesentralisasi di penjara, sekolah, lingkungan sekitar, dan industri, yang nampak mirip dengan anarko-sindikalisme. Entah apakah tuntutannya adalah untuk negara Palestina yang merdeka, ataupun tuntutan lainnya, namun pada dasarnya tuntutan tersebut merupakan pemberontakan massal melawan otoritas. Ada banyak tindakan selama pemberontakan ini yang perlu didukung oleh para anarkis: pemogokan umum, pemboikotan terhadap institusi Israel di Gaza dan Tepi Barat, pembangkangan sipil terhadap perintah negara atau militer, menolak membayar pajak, membangun sekolah bawah tanah, membangun jaringan gotong royong, menolak membawa SIM Israel, grafiti dan vandalisme, mendirikan barikade, serta melempar batu dan molotov ke bangunan-bangunan militer Israel di perbatasan Palestina.
Intifada Pertama berakhir dengan pembentukan Otoritas Palestina yang bertugas untuk mengelola pemerintahan sendiri secara terbatas di sebagian Tepi Barat dan jalur Gaza setelah Kesepakatan Oslo. Banyak mungkin yang akan menganggap hal ini sebagai anti-anarkis; memang; perjanjian semacam itu terjadi diantara negara-negara yang tidak sah, pembentukan hierarki atau pemerintahan baru, dan sebagainya, nampaknya merupakan hal yang tidak bermanfaat. Bentuk-bentuk aksi dan perlawanan ini, yang didukung oleh banyak kaum anarkis – bahkan kaum anarkis mana pun yang konsisten – membantu mendirikan pemerintahan baru dari negara yang tidak sah dan menggunakan kekerasan tanpa batas dengan dalih kedaulatan nasional. Besarnya konsesi ini menunjukkan betapa terancamnya negara, yang saya anggap sebagai pencapaian nyata bagi kaum anarkis modern.
Seperti yang dapat kita lihat dari contoh ini, anarkisme dapat dilihat sebagai cara hidup, cara melihat relasi antara individu dan Negara, sebuah metode melawan Negara dan hierarki yang menindas. Sejarah anarkisme, sejak awal, merupakan sejarah pemberontakan melawan kekuasaan dan hidup dalam harmoni dengan solidaritas. Hal inilah yang menjadi sumber keunikan sistem anarkis yang berkembang secara bersamaan di berbagai wilayah geografis. Upaya pengorganisasian yang dilakukan oleh berbagai individu yang beragam juga akan menambah karakteristik lokalitasnya. Mereka yang berbicara tentang anarkisme hari ini akan menyadari bahwa sejarah anarkisme di wilayah yang berbeda adalah sejarah dari mereka yang mengorganisir anarkisme di wilayah tersebut. Satu-satunya syarat agar sebuah ide atau gerakan dapat bertahan adalah adanya orang-orang yang menjaga pemikiran tersebut tetap hidup dan mempertahankan gerakan tersebut. Ketika anarkisme disebutkan di wilayah geografis yang berbeda, hal-hal yang terlintas dalam pikiran orang-orang yang tinggal di wilayah geografis tersebut, bahkan penggunaan kata tersebut, munculnya orang-orang yang menganggap dirinya “anarkis” dapat dijelaskan dengan karakteristik anarkisme sebagai sebuah gerakan yang sebelumnya merupakan produk dari upaya intelektual. Anarkisme tidak hidup dengan segudang buku akademis di tangan.
Lebih lanjut lagi, sungguh aneh untuk menyatakan bahwa Kesepakatan Oslo membatasi sesuatu dan bahwa para pemberontak yang saya puji sebelumnya akan patuh. Perspektif dari Intifada belum dikalahkan, dibatasi, atau dihancurkan bertahun-tahun kemudian. Semangat Intifada masih hidup, yang ditunjukan dengan berbagai pemberontakan tanpa akhir selama dekade terakhir. Di kamp pengungsian Palestina, pengasingan, para diaspora, dan dalam perjuangan untuk keadilan. Intifada telah dikarakterisasikan sebagai komitmen untuk bertindak melawan hierarki yang menindas, berakar pada internasionalisme, dan penekanan pada pengorganisiran akar rumput. Ini lahir dari kemarahan atas pendudukan Israel dan penolakan terhadap hak-hak penduduk Palestina, dan telah membawa banyak orang di dunia untuk melawan ketidakadilan. Hari ini, gerakan ini mempertahankan momentumnya sebagai gerakan akar rumput di Palestina, Israel, dan sekitarnya. Perjuangan untuk kemerdekaan Palestina terus berlanjut: Akan ada lebih banyak protes, lebih banyak yang akan ditangkap tapi akan muncul lebih banyak cara yang kreatif untuk melawan dan membangun alternatif. Perlawanan akan terus berlanjut hingga penduduk Palestina bebas dari pendudukan Israel, dari rasisme, dan dari ilusi bahwa hanya satu sisi yang dapat menang atas sisi lainnya. Semangat Intifada tetap menjadi harapan dan visi revolusioner untuk masa depan yang bebas.