Oleh: Roderick T. Long. Teks aslinya berjudul “Egoism and Anarchy” dan diterbitkan di Strike The Root , pada 26 Februari 2004. Teks ini diterbitkan ulang di C4SS lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Ameyuri Ringo.
Pada akhir tahun 1880-an, sebuah perdebatan sengit memenuhi halaman-halaman majalah libertarian ‘Liberty‘ mengenai masalah pendekatan egoistis versus hak-hak alami terhadap anarkisme. (Berbagai kontribusi dalam debat ini tersedia di perpustakaan online Institut Molinari; sementara itu, sebagai detail, silahkan lihat buku karya Frank H. Brooks, The Individualist Anarchists: An Anthology of Liberty (1881-1908) atau karya Wendy McElroy’, The Debates of Liberty: An Overview of Individualist Anarchism, 1881-1908.)
Para egois berpendapat bahwa tidak ada alasan rasional bagi siapa pun untuk mengakui otoritas apa pun di atas keinginannya sendiri atau menempatkan tujuan apa pun di atas kebahagiaannya sendiri. Oleh karena itu mereka menolak ‘moralitas’ sebagai omong kosong metafisik, menyimpulkan bahwa tidak ada yang memiliki alasan untuk menerima prinsip perilaku apapun, anarkis atau lainnya, kecuali sejauh menerima prinsip-prinsip tersebut secara strategis efektif dalam mempromosikan kepentingannya sendiri.
Kaum anarkis yang konsisten, mereka bersikeras bahwa tidak boleh menerima batasan yang tidak dipilih, baik moral maupun politik, atas kehendaknya penuhnya sendiri. Para pendukung hak kodrati berpendapat bahwa menghormati hak-hak orang lain yang tidak dapat diganggu gugat adalah bagian mutlak dari anarkisme. Bahkan jika egois menghormati batas-batas anarkis dalam praktiknya ‘sesuatu yang tidak terlalu diyakini oleh para penganut konsep hak kodrati1, namun pada prinsipnya dia harus memiliki hak untuk memaksakan kehendaknya pada orang lain jika dia menilai melakukannya untuk kepentingannya sendiri. Oleh karena itu egois harus menganggap kebebasan orang lain sebagai hadiah yang dapat dibatalkan dari dirinya sendiri kepada mereka, bukan hak yang melekat; tetapi ini adalah untuk mengambil sikap penguasa kepada rakyatnya, bukan anarkis kepada rekan – rekannya.. Kaum anarkis yang konsisten, menurut para pembela hak alami, harus menolak egoisme demi hukum moral yang universal dan mengikat.
Saya telah lama berpendapat bahwa filsafat Yunani dan libertarianisme modern merupakan sekutu alami, diciptakan secara khusus untuk satu sama lain ‘bukan karena mereka serupa tetapi karena melalui perbedaan mereka masing-masing dapat saling melengkapi kekurangannya. Perdebatan di Liberty adalah contoh lain. Kedua sisi perdebatan ini memiliki asumsi yang sama: bahwa penghormatan terhadap hak orang lain itu sendiri bukanlah komponen dari kepentingan pribadi kita. Dari asumsi ini dapat disimpulkan bahwa seseorang harus memilih antara mendahulukan kepentingannya sendiri dan menganggap hak orang lain memiliki bobot intrinsik. Tetapi justru inilah yang ditentang oleh Eudaimonisme Klasik, teori moral yang dipelopori oleh Socrates, dikembangkan dengan cara yang berbeda oleh Plato, Aristoteles, dan Stoa, dan diterima oleh hampir setiap filsuf moral utama sebelum Renaisans, termasuk Cicero dan Thomas Aquinas.
Menurut Eudaimonisme Klasik, kepentingan pribadi memang merupakan kriteria utama dari tindakan yang benar, tetapi kepentingan pribadi kita yang sebenarnya adalah untuk menjalani kehidupan manusia yang objektif. Bertindak sesuai dengan kebajikan keadilan bukan hanya sarana eksternal untuk berkembang seperti itu, itu merupakan bagian dari perkembangan itu; maka kepentingan pribadi dipahami dengan baik mengharuskan kita menempatkan nilai ‘dan bukan hanya nilai strategis baik’ pada berperilaku adil terhadap orang lain. Oleh karena itu, Eudaimonis Klasik dapat dengan senang hati merangkul desakan egois tentang supremasi kepedulian pada diri sendiri dan desakan para penganut teori hak kodrati tentang otoritas suci keadilan.
Saya mungkin ditanya: ‘Wah, tentu bagus jika Eudaimonisme Klasik dapat mendamaikan kedua sisi perdebatan ini, tetapi mengapa kami harus percaya bahwa Eudaimonisme Klasik benar?’ Jawaban saya adalah fakta bahwa Eudaimonisme Klasik dapat mendamaikan kedua sisi yang berdebat di liberty itu sendiri merupakan alasan yang sangat bagus untuk dapat menganggapnya benar. (Dengan mengatakan ini, saya mengandalkan epistemologi moral koherentis gaya Yunani yang tidak akan saya bahas disini; Tapi coba lihatlah tulisanku The Basis of Natural Law, bukuku Reason and Value: Aristotle versus Rand, dan rangkumanku tentang Ethics As Social Science karya Leland Yeager.)
Tentu saja, pandangan Eudaimonis Klasik tentang keadilan secara umum memiliki sedikit kemiripan dengan anarkisme individualis. Tetapi itulah mengapa ide-ide para filsuf Yunani membutuhkan koreksi sebanyak mungkin dari ide-ide libertarian seperti halnya ide-ide libertarian membutuhkan koreksi dari orang-orang Yunani. Simbiosis, bung!
1 Hak kodrati (natural right) merupakan gagasan John Locke yang menyatakan adanya hak-hak yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak hidup, hak kebebasan, dan hak kepemilikan.
Terjemahan untuk artikel ini dalam bahasa-bahasa lain:
• Deutsch, Egoismus und Anarchismus.
• English, Egoism and Anarchy